Ketegangan PBNU dan PKB: Kritik Ujang Komarudin terhadap Intervensi Politik


tentangkaltim.com

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin, menegaskan bahwa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) adalah dua entitas yang berbeda. Keduanya memiliki fungsi, peran, dan kewenangan yang terpisah, termasuk perbedaan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), sehingga tidak seharusnya saling mencampuri. Menurut Ujang, PBNU adalah organisasi kemasyarakatan (ormas) yang diatur oleh Undang-Undang Ormas, sementara PKB diatur oleh UU Partai Politik (parpol).

“Urusan politik biarkan diselesaikan oleh PKB yang memiliki otoritas. Sementara untuk urusan kemasyarakatan, biarlah itu menjadi domain NU. Namun kini, umat terlantar karena elite PBNU telah terlalu banyak terlibat dalam politik, sehingga peran-peran mereka bercampur. Saya mengkritik PBNU karena saya peduli pada organisasi ini,” ujar Ujang Komarudin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin (12/8/2024).

Ujang juga menyoroti pembentukan panitia khusus atau Tim Lima oleh PBNU yang bertujuan mengevaluasi hingga mengambil alih PKB, yang menurutnya adalah langkah yang keliru. PBNU seharusnya fokus pada isu kemasyarakatan, sementara PKB menangani masalah politik. “Saya tidak setuju jika ormas turut campur atau mengintervensi partai politik. Ormas dan parpol adalah dua entitas yang berbeda,” tegasnya.

Dia menambahkan, NU adalah ormas terbesar yang dihormati pemerintah, sehingga ketika elite PBNU keluar dari jalurnya, perlu ada yang berani mengkritik untuk mengembalikan arah yang benar. “Ini sudah terlalu jauh. PBNU memanggil pengurus PKB, termasuk sekjennya, ini adalah sesuatu yang harus diluruskan demi membangun sistem ketatanegaraan yang jelas—mana fungsi ormas, mana fungsi parpol,” katanya.

Jika praktik intervensi ini terus berlanjut, Ujang khawatir hal tersebut akan menjadi kontraproduktif bagi kedua institusi besar ini di masa mendatang. Menurutnya, PKB dan PBNU pada dasarnya adalah bagian dari satu keluarga, namun jika ada yang keliru dalam keluarga, maka harus diingatkan dan diluruskan.

Ujang juga menyoroti keterlibatan elite PBNU yang semakin dalam di dunia politik, terutama dalam dukungan terhadap pemilu presiden. “Gus Yahya mengatakan PBNU tidak akan terlibat politik, namun kenyataannya sangat jelas bahwa mereka terlibat. Oleh karena itu, saya berpendapat, tindakan Ketua Umum PBNU perlu diluruskan,” ungkap Ujang.

Selama sepuluh tahun terakhir, Ujang menilai hubungan PBNU dan PKB berjalan harmonis tanpa adanya intervensi, baik di bawah kepemimpinan KH Hasyim Muzadi maupun KH Said Aqil Siroj. Namun, konflik yang terjadi saat ini justru dikhawatirkan akan menciptakan “deparpolisasi”. Padahal, dengan segala kekurangan yang dimiliki, partai politik memiliki peran vital dalam melahirkan calon pemimpin bangsa.

Ujang menutup dengan kekhawatiran bahwa PBNU kini dijadikan alat untuk kepentingan politik tertentu. “Ketika PBNU menjadi alat politik, ini adalah masalah besar. Kerusakan moral dan etika politik akan muncul, padahal PBNU seharusnya menjaga moralitas bangsa, etika politik, serta melindungi umat dan bangsa, bukan malah merusak PKB yang mereka bentuk sendiri,” pungkasnya.

 

Berita Terkait

Top