Sapto Setyo Pramono Kritisi Kurikulum Merdeka, Minta Kajian Ulang untuk Indonesia


tentangkaltim.com

Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Sapto Setyo Pramono, mengkritisi penerapan Kurikulum Merdeka yang saat ini diterapkan di Indonesia. Dalam diskusi bersama Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Syaifudian, Sapto menyampaikan pandangannya bahwa kurikulum ini mungkin kurang cocok untuk diterapkan di Indonesia yang memiliki populasi besar dan keragaman budaya yang luas.

“Saya kemarin sempat berdiskusi dengan Bu Hetifah bahwa perlu ada kajian ulang terkait Kurikulum Merdeka ini. Kurikulum tersebut mungkin tidak tepat diterapkan di Indonesia,” ujar Sapto dalam acara reses di Yayasan Medika Samarinda, Selasa (5/11/2024).

Menurut Sapto, Kurikulum Merdeka lebih cocok diterapkan di negara dengan populasi yang jauh lebih kecil, seperti Switzerland, yang memiliki jumlah penduduk antara 5 hingga 20 juta jiwa. Sementara itu, Indonesia dengan lebih dari 280 juta penduduk menghadapi tantangan besar terkait keberagaman budaya, suku, dan adat istiadat.

“Jika kurikulum seperti ini diterapkan, mungkin bisa di kelas-kelas tertentu saja, tetapi harus disesuaikan dengan budaya dan kebutuhan masyarakat kita yang beragam,” jelas Sapto.

Sapto menambahkan bahwa Indonesia membutuhkan pendekatan pendidikan yang lebih fleksibel, mengingat karakteristik negara yang multi-kultur dan multi-etnis. Menurutnya, apa yang berhasil di negara dengan populasi kecil dan homogen mungkin tidak cocok diterapkan di Indonesia yang sangat beragam.

Selain itu, Sapto mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. “Apakah seluruh daerah di Indonesia sudah siap? Apakah tenaga pengajar sudah dilatih dengan baik? Sebelum memaksakan kurikulum baru, kesiapan fasilitas dan sumber daya manusia harus dipastikan,” ujarnya.

Ia berharap pandangannya dapat menjadi masukan yang konstruktif bagi Komisi X DPR RI dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Sapto berharap adanya diskusi mendalam antara legislatif dan eksekutif untuk mencari solusi yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik sistem pendidikan Indonesia yang sangat beragam. adv

Berita Terkait

Top